Rabu, 13 April 2011

Tumor Pada Ginjal


Nama   : Arti Miarti
Nim     : 05200ID09123
Kelas   : 2D
TUMOR PADA GINJAL
Seperti organ tubuh lainnya, ginjal kadang bisa mengalami kanker. Pada dewasa, jenis kanker ginjal yang paling sering ditemukan adalah karsinoma sel ginjal (adenokarsinoma renalis, hipernefroma), yang berasal dari sel-sel yang melapisi tubulus renalis.
Wilms tumor atau nephroblastoma adalah jenis tumor yang sering terjadi pada anak-anak di bawah umur 10 tahun, jarang ditemukan pada orang dewasa.
Sebagian besar tumor ginjal yang solid (padat) adalah kanker, sedangkan kista (rongga berisi cairan) atau tumor biasanya jinak.
Klasifikasi Tumor Ginjal
1. Tumor Jinak
Tumor mulai pada sel-sel, blok-blok bangunan yang membentuk jaringan-jaringan. Jaringan-jaringan membentuk organ-organ tubuh.
Secara normal, sel-sel tumbuh dan membelah untuk membentuk sel-sel baru ketika tubuh memerlukan mereka. Ketika sel-sel tumbuh menua, mereka mati, dan sel-sel baru mengambil tempat mereka. Adakalanya proses yang teratur ini berjalan salah. Sel-sel baru terbentuk ketika tubuh tidak memerlukan mereka, dan sel-sel tua tidak mati ketika mereka seharusnya mati. Sel-sel ekstra ini dapat membentuk suatu massa dari jaringan yang disebut suatu pertumbuhan atau tumor.
a. Hamartoma Ginjal
Definisi
Hamartoma atau angiomiolipoma ginjal adalah tumor ginjal yang terdiri atas komponen lemak, pembuluh darah dan otot polos. Tumor jinak ini biasanya bulat atau lonjong dan menyebabkan terangkatnya simpai ginjal. Lima puluh persen dari hamartoma ginjal adalah pasien Tuberous sklerosis atau penyakit Bournville yaitu suatu kelainan bawaan yang ditandai dengan retardasi mental, epilepsi, adenoma seseum dan terdapat hamartoma di retina, hepar, tulang, pankreas dan ginjal. Tumor ini lebih banyak menyerang wanita daripada pria dengan perbandingan 4 : 1 (Basuki, 2003).
Gambaran Klinis
Jika tidak bersamaan dengan penyakit Tuberous sklerosis, hamartoma ginjal sering tanpa menunjukkan gejala dan kadang-kadang didapatkan secara kebetulan pada saat pemeriksaan rutin dengan ultrasonografi abdomen(Basuki, 2003). Gejala klinis yang mungkin dikeluhkan adalah : nyeri pinggang, hematuria, gejala obstruksi saluran kemih bagian atas dan kadang kala terdapat gejala perdarahan rongga retroperitonial(Basuki, 2003).
b. Fibroma Renalis
Tumor jinak ginjal yang paling sering ditemukan ialah fibroma renalis atau tumor sel interstisial reno-medulari. Tumor ini biasanya ditemukan secara tidak sengaja sewaktu melakukan autopsi, tanpa adanya tanda ataupun gejala klinis yang signifikan. Fibroma renalis berupa benjolan massa yang kenyal keras, dengan diameter kurang dari 10 mm yang terletak dalam medula atau papilla. Tumor tersusun atas sel spindel dengan kecenderungan mengelilingi tubulus di dekatnya.
c. Adenoma Korteks Benigna
Adenoma koreteks benigna merupakan tumor berbentuk nodulus berwarna kuning kelabu dengan diameter biasanya kurang dari 20 mm, yang terletak dalam korteks ginjal. Tumor ini jarang ditemukan, pada autopsi didapat sekitar 20% dari seluruh autopsi yang dilakukan. Secara histologis tidak jelas perbedaannya dengan karsinoma tubulus renalis ; keduanya tersusun atas sel besar jernih dengan inti kecil. Perbedaannya ditentukan hanya berdasarkan ukurannya ; tumor yang berdiameter kurang dari 30 mm ditentukan sebagai tumor jinak. Perbedaan ini sepenuhnya tidak dapat dipegang sebab karsinoma stadium awal juga mempunyai diameter kurang dari 30 mm. Proses ganas dapat terjadi pada adenoma korteks.
d. Onkositoma
Onkositoma merupakan subtipe dari adenoma yang sitoplasma granulernya (tanda terhadap adanya mitokondria yang cukup besar dan mengalami distorsi) banyak ditemukan. Onkositoma kadang-kadang dapat begitu besar sehingga mudah dikacaukan dengan karsinoma sel renalis.
e. Tumor Jinak Lainnya
Tumor jinak dapat timbul dari jenis sel apapun dari dalam ginjal. Beberapa menyebabkan masalah klinis, seperti hemangioma yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan, sehingga memberikan rasa nyeri atau merupakan predisposisi kehilangan darah yang banyak sewaktu terjadi trauma.Tumor yang jarang ditemukan ialah tumor sel jukstaglomerulor yang memproduksi renin yang merupakan penyebab terjadinya hipertensi (Underwood, 2000). Jenis tumor lain yang pernah ditemui adalah lipoma dan leiomioma (De Jong, 2000)
2. Tumor Ganas (Kanker)
Tumor ginjal yang ganas biasanya berupa tumor padat yang berasal dari urotelium, yaitu karsinoma sel transisional atau berasal dari sel epitel ginjal atau adenokarsinoma, yaitu tumor Grawitz atau dari sel nefroblas, yaitu tumor Wilms.
a. Adenokarsinoma Ginjal
Adenokarsinoma ginjal adalah tumor ganas parenkim ginjal yang berasal dari tubulus proksimalis ginjal. Tumor ini paling sering ditemukan pada umur lebih dari 50 tahun. Angka kejadian pada pria lebih banyak daripada wanita dengan perbandingan 2 : 1. Meskipun tumor ini biasanya banyak diderita pada usia lanjut (setelah usia 40 tahun), tetapi dapat pula menyerang usia yang lebih muda. Tumor ini dikenal dengan nama lain sebagai : tumor Grawitz, Hipernefroma, Karsinoma sel Ginjal atau Internist tumor (Basuki, 2003).
Etiologi
Dalam keadaan normal, sel-sel di dalam saluran kemih tumbuh dan membelah secara wajar. Tetapi kadang sel-sel mulai membelah diluar kendali dan menghasilkan sel-sel baru meskipun tubuh tidak memerlukannya.
Hal ini akan menyebabkan terbentuknya suatu massa yang terdiri jaringan berlebihan, yang dikenal sebagai tumor.
Tidak semua tumor merupakan kanker (keganasan). Tumor yang ganas disebut tumor maligna. Sel-sel dari tumor ini menyusup dan merusak jaringan di sekitarnya.
Sel-sel ini juga keluar dari tumor asalnya dan memasuki aliran darah atau sistem getah bening dan akan terbawa ke bagian tubuh lainnya (proses ini dikenal sebagai metastase tumor).
Tanpa penanganan proses lokal ini meluas dengan bertumbuh terus ke dalam jaringan sekelilingnya dan dengan bermetastasis menyebabkan kematian. Progesifitasnya berbeda-beda, karena itu periode sakit total bervariasi antara beberapa bulan dan beberapa tahun.
Yang diindikasikan sebagai faktor etiologi ialah predisposisi genetik yang diperlihatkan dengan adanya hubungan kuat dengan penyakit Hippel-Lindau (hemangioblastoma serebelum, angiomata retina dan tumor ginjal bilateral) suatu kelainan herediter yang jarang (Underwood, 2000).
Penyebab mengganasnya sel-sel ginjal tidak diketahui. Tetapi penelitian telah menemukan faktor-faktor tertentu yang tampaknya meningkatkan resiko terjadinya kanker ginjal. Merokok merupakan faktor resiko yang paling dekat dengan timbulnya kanker ginjal.
Faktor resiko lainnya antara lain :
  • Kegemukan
  • Tekanan darah tinggi (hipertensi)
  • Lingkungan kerja (pekerja perapian arang di pabrik baja memiliki resiko tinggi, juga pekerja yang terpapar oleh asbes)
  • Dialisa (penderita gagal ginjal kronis yang menjalani dialisa menahun memiliki resiko tinggi)
  • Penyinaran
  • Penyakit Von Hippel-Lindau.
Patologi
Tumor ini berasal dari tubulus proksimalis ginjal yang mula-mula berada di dalam korteks, dan kemudian menembus kapsul ginjal. Tidak jarang ditemukan kista-kista yang berasal dari tumor yang mengalami nekrosis dan diresorbsi.
Cara penyebaran bisa secara langsung menembus simpai ginjal ke jaringan sekitarnya dan melalui pembuluh limfe atau v. Renalis. Metastasis tersering ialah ke kelenjar getah bening ipsilateral, paru, kadang ke hati, tulang , adrenal dan ginjal kontralateral (De Jong, 2000).
Gejala dan Tanda Klinis
Didapatkan ketiga tanda trias klasik berupa: nyeri pinggang, hematuria dan massa pada pinggang merupakan tanda tumor dalam stadium lanjut. Nyeri terjadi akibat invasi tumor ke dalam organ lain, sumbatan aliran urin atau massa tumor yang menyebabkan peregangan kapsula fibrosa ginjal.
Secara klinis kelainan ini terpaparkan sebagai keluhan hematuria.
Febris yang disebabkan karena nekrosis tumor atau terbebasnya pirogen endogen oleh tumor ginjal.
Hipertensi yang mungkin disebabkan karena: oklusi vaskuler akibat penekanan oleh tumor, terjadinya A-V (arteri-venous) shunting pada massa tumor atau hasil produksi subtansi pressor oleh tumor.Anemi karena terjadinya perdarahan intra tumoral Varikokel akut yang tidak mengecil dengan posisi tidur. Varikokel ini terjadi akibat obstruksi vena spermatika interna karena terdesak oleh tumor ginjal atau tersumbat oleh trombus sel-sel tumor
Tanda-tanda metastasis ke paru atau hepar.
Kadang-kadang ditemukan sindroma paraneoplastik, yang terdiri atas:
(1) Sindroma Staufer (penurunan fungsi liver yang tidak ada hubungannya dengan metastasis pada hepar dengan disertai nekrosis pada berbagai area pada liver),
(2) hiperkalsemia (terdapat pada 10% kasus kanker ginjal), (3) polisitemia akibat peningkatan produksi eritropoietin oleh tumor, dan (4) hipertensi akibat meningkatnya kadar renin(Basuki, 2003)
Diagnosa
  • Pada pemeriksaan fisik, kadang bisa diraba/dirasakan benjolan di perut.
    Jika dicurigai kanker ginjal, maka dilakukan beberapa pemeriksaan berikut:
  • Urografi intravena
  • USG
  • CT scan
  • MRI bisa memberikan keterangan tambahan mengenai penyebaran tumor.
    Jika tumornya berupa kista, bisa diambil contoh cairan untuk dilakukan analisa.
    Aortografi dan angiografi arteri renalis bisa dilakukan sebagai persiapan pembedahan untuk memberikan keterangan tambahan mengenai tumor dan arteri renalis.
Terapi
  • Nefrektomi. Tumor yang masih dalam stadium dini dilakukan nefrektomi radikal yaitu mengangkat ginjal beserta kapsula gerota.
  • Hormonal. Penggunaan terapi hormonal belum banyak diketahui hasilnya.
  • Imunoterapi. Pemberian imunoterapi dengan memakai interferon atau dikombinasikan dengan interleukin saat ini sedang dicoba di negara-negara maju. Mahal biayanya.
  • Radiasi Eksterna. Radiasi eksterna tidak banyak memberi manfaat pada adenokarsinoma ginjal karena tumor ini adalah tumor yang radioresisten (Basuki, 2003).
  • Sitostatika. Demikian pula pemakaian sitostatika tidak banyak memberikan manfaat pada tumor ginjal (Basuki, 2003).
Prognosis
Jika kanker belum menyebar, maka pengangkatan ginjal yang terkena dan pengangkatan kelenjar getah bening akan memberikan peluang untuk sembuh.Jika tumor telah menyusup ke dalam vena renalis dan bahkan telah mencapai vena kava, tetapi belum menyebar sisi tubuh yang jauh, maka pembedahan masih bisa memberikan harapan kesembuhan. Tetapi kanker ginjal cenderung menyebar dengan cepat, terutama ke paru-paru. Jika kanker telah menyebar ke tempat yang jauh, maka prognosisnya jelek karena tidak dapat diobati dengan penyinaran, kemoterapi maupun hormon.
B. Nefroblastoma atau Tumor Wilms
Nefroblastoma adalah tumor ginjal yang banyak menyerang anak berusia kurang dari 10 tahun dan paling sering dijumpai pada umur 3,5 tahun. Paling banyak menyerang anak-anak. Insiden puncaknya antara umur 1- 4 tahun. Anak perempuan dan laki-laki sama banyaknya. (Underwood, 2000). Tumor Wilm sering diikuti dengan kelainan bawaan berupa: anridia, hemihipertrofi dan anomali organ urogenitalia (Basuki, 2003)
Patologi
Tumor berasal dari blastema metanefrik dan terdiri atas blastema, stroma dan epitel. Kadang tidak tampak unsur epitel atau stroma (De Jong, 2000).
Secara makroskopis tumor ini tampak sebagai massa yang besar dan sering meluas menembus kapsula dan menginfiltrasi jaringan lemak perinefrik dan bahkan sampai ke dasar mesenterium. Daerah perdarahan dan nekrosis sering ditemukan menyatu dengan jaringan tumor solid yang berwarna putih bersama dengan daerah kartilago dan musinosa. Secara histologis kedua jaringan epitel dan mesenkim dapat ditemukan dimana tumor berasal dari jaringan mesonefrik mesoderm. Glomerolus dan tubulus terbentuk tidak sempurna yang terletak dalam stroma sel spindel.
Penyebaran
Setelah keluar dari kapsul ginjal tumor akan mengadakan invasi ke organ di sekitarnya dan menyebar secara limfogen melalui kelenjar limfe para aorta. Penyebaran secara hematogen melalui vena renalis ke vena kava kemudian mengadakan metastasis ke paru (85%), hati (10%) dan bahkan pada stadium lanjut menyebar ke ginjal kontralateral (Basuki, 2003).
Gambaran Klinis
Perutnya membuncit, nyeri abdomen, ada benjolan di perut sebelah atas atau hematuria. kencing berdarah. Pada pemeriksaan kadang-kadang didapatkan hipertensi, massa padat pada perut sebelah atas yang kadang-kadang telah melewati garis tengah dan sulit digerakkan.
Pada pemeriksaan ultrasonografi abdomen terdapat massa padat pada perut (retroperitonial) sebelah atas.
C. Tumor Pelvis Renalis
Sesuai dengan jenis histopatologinya tumor ini dibedakan dalam dua jenis yaitu (1) karsinoma sel transitional dan (2) karsinoma sel skuamosa. Seperti halnya mukosa yang terdapat pada kaliks, buli-buli dan uretra proksimal, pielum juga dilapisi oleh sel-sel transitional dan mempunyai kemungkinan untuk menjadi karsinoma transitional. Karsinoma sel skuamosa biasanya merupakan metaplasia sel-sel pelvis renalis karena adanya batu yang menahun pada pelvis renalis (Basuki, 2003).
Etiologi
Ditemukan hubungan antara tumor ini dengan penyalahgunaan pemakaian obat analgesik, dan terkena zat warna anilin yang digunakan pada pewarnaan, karet, plastik dan industri gas.
Gambaran Klinis
Yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah kencing darah (80%), kadang-kadang disertai dengan nyeri pinggang dan teraba massa pada pinggang. Keadaan tersebut disebabkan oleh massa tumor atau akibat obstruksi oleh tumor yang menimbulkan hidronefrosis (Basuki, 2003).



ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN GINJAL KRONIK



Nama: Anggit Deka Lestari
NIM: 05200ID09122
Kelas:2-D

ASUHAN KEPERAWATAN

GAGAL GINJAL KRONIK
1. Pengkajian
A. BIODATA
     a. Biodata klien
     b. Biodata Penanggungjawab
2. Riwayat Kesehatan
     a. Riwayat Kesehatan Sekarang
     b. Riwayat Kesehatan Dahulu
     c. Riwayat Kesehatan Keluarga
3. Pemeriksaan fisik.
1) Aktifitas :
Subjektif : Keletihan, kelemahan, malaise.
Objektif : Kelemahan otot, kehilangan tonus
2) Sirkulasi :
S : - Hipotensi / hipertensi (termasuk hipertensi maligna)
     - Eklamsi / hipertensi akibat kehamilan
     - Disritmia jantung
O : Nadi lemah / halus, hipertensi : ortostatik (hipovolemia), nadi kuat hipervolemia, edema jaringan umum, termasuk area priorbital, mata kaki, sacrum, pucat, kecenderungan perdarahan.
3) Eliminasi
S : Perubahan pola berkemih biasanya : peningkatan frekuensi : poliuria (kegagalan dini) atau penurunan frekwensi / oliguria (fase akhir), disuria, ragu-ragu, dorongan, dan retensi (inflamasi / obstruksi, infeksi).
O : - Abdomen kembung, diare, konstipasi
      - Riwayat batu / kalkuli
4) Makanan / cairan
S : - Peningkatan berat badan (edema), penurunan berat badan (dehidrasi)
     - Mual, muntah, anoreksia, nyeri uluhati
     - Penggunaan diuretik
O : Perubahan turgor kulit / kelembaban edema (umum, bagian bawah)
5) Neurosensori
S : Sakit kepala, penglihatan kabur
O : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang pandang, ketidakmampuan berkonsentrasi, hilangnya memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (ozotemia) ketidakseimbangan elektrolit (asam / basa).
6) Nyeri / kenyamanan
S : Nyeri tubuh, sakit kepala.
O : Perilaku hati-hati / distraksi, gelisah.
7) Pernafasan
S : Nafas pendek.
O : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kedalaman (pernafasan kusmaul), nafas amonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda (edema paru).
8) Keamanan
S : Adanya reaksi transfusi.
O : - Demam (sepsis, dehidrasi).
       - Petekie, area kulit ekimosis.
       - Pruritus, kulit kering.
       - Fraktur tulang, deposit kalsium, jaringan lunak sendi.
       - Keterbatasan gerak sendi.
9) Seksualitas
O : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
10) Interaksi sosial
O : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
11) Penyuluhan pembelajaran
O : - Riwayat DM keluarga, nefritis herediter kalkus urinarius.
      - Riwayat terpajan toksin : obat, racun lingkungan.
- Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini / berulang.
 Pemeriksaan diagnostik
Hasil pemeriksaan diagnostik yang perlu diindentifikasi untuk mendukung menegakkan diagnosa keperawatan, meliputi hasil pemeriksaan laboratorium urine dan darah serta radiologi, untuk lebih jelas dapat di baca pada konsep dasar GGK (hal 13-15).
4.Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urine, diet berlebihan, retensi cairan dan natrium.
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
c. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi kerja miokardial.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produksi sampah dan prosedur dialisis.
e. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh & disfungsi seksual.
f. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik sirkulasi dan sensasi, gangguan turgor kulit, penurunan aktivitas / mobilisasi.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan berhubungan dengan kurang informasi.
PERENCANAAN
a. Mempertahankan keseimbangan cairan dengan cara :
- Mengukur intake out put cairan / 24 jam, mengkaji turgor kulit, mengkaji edema, TTV.
- Membatasi asupan cairan 500 cc / 24 jam.
- Memantau hasil pemeriksaan laboratorium: Kreatinin natrium, kalium, ureum, klorida, pH.
b. Mempertahankan asupan nutrisi adekuat dengan cara :
Mencatat asupan nutrisi, mengkaji pola diet nutrisi klien, anjurkan cemilan tinggi kalori rendah protein, rendah natrium.
c. Meningkatkan partisipasi klien dalam aktivitas yang dapat ditoleransi dengan cara :Mengkaji faktor yang menimbulkan keletihan, anjurkan istirahat setelah dialisis, tingkatkan kemandirian dalam
d. Memperbaiki konsep diri dengan cara :
Mengkaji respon reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan penanganan, mengkaji koping pasien dan keluarga, ciptakan diskusi terbuka
e. Meningkatkan pengetahuan mengenal kondisi dan penanganannya dengan cara :
- Mengkaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal kronik
- Jelaskan fungsi ginjal sesuai dengan tingkat pemahaman.
- Diskusikan masalah nutrisi lain :
Contoh pemasukan masukan protein sesuai dengan fungsi ginjal
- Anjurkan masukan kalori tinggi khususnya karbohidrat.
- Kolaborasi
Terapi obat : kalsium (ikatan Fosfat : contoh : antisida Aluminium hidroksida)
f. Mempertahankan curah jantung dengan cara :
- Memantau TD dan frekuensi jantung, nadi perifer, pengisian kapiler.
- Kaji aktifitas, respon terhadap aktifitas
- Kaji adanya hipertensi : awasi TD, perhatikan perubahan postural : duduk, berdiri, berbaring.
- Kolaborasi :
Awasi elektorit (kalium, natrium, kalsium, magnesium) foto dada, berikan obat anti hipertensi : Kaptopril, klondin.
g. Mempertahankan kulit tubuh dengan cara :
- Inspeksi kulit, memantau cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa, ubah posisi dengan sering, berikan lotion untuk perawatan kulit, selidiki keluhan gatal .
- Inpeksi kulit terhadap perubahan warna, tugor, pruritus.
- Pantau masukan cairan, membarqan mukosa dan hidrasi kulit
- Berikan perawatan kulit, batasi penggunaan sabun, berikan salep atau krim (misal : lanolin, aquaphor)
4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat dan disesuaikan dengan kondisi klien.
5. Evaluasi.
- Intake out put seimbang.
- Status nutrisi adekuat.
- Curah jantung adekuat.
- Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
- Tidak terjadi perubahan / gangguan konsep diri.
- Risiko tinggi kerusakan integritas kulit tidak terjadi.
- Peningkatan pemahaman klien dan keluarga mengenai kondisi dan pengobatan.

PERITONEUM DIALISIS

Nama: Anggit Deka Lestari

NIM: 05200ID09122
Kelas: 2-D

PERITONEUM DIALISIS

DIALISIS PERITONEUM
     Dialisis perotoneum adalah dialisis yang menggunakan membran peritoneum sebagai sarana petukaran cairan dialisis; berbeda dengan hemodialisis yang melalui pembuluh darah. Tujuan dialisis ialah mengeluarkan zat-zat toksik dari tubuh seperti ureum yang tinggi pada GGA atau GGK, atau racun didalam tubuh dan lain sebagainya.

Indikasi:

Dibedakan indikasi klinik dan biokimis
Indikasi klinik:

Gagal Ginjal Akut: ditandai dengan oliguriamendadak dan gejala uremia.
Gagal Ginjal Kronik: gunanya untuk menopang kehidupan selama pasien dalam         pengawasan atau untuk rencana transplantasi ginjal.
Gagal jantung atau edema paru yang sukar diatasi.
Keracunan yang menimbulkan gagal ginjal atau gagngguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Keracunan obat mendadak dan perlu mengeluarkan obat tersebut.
Gejala uremia mayor. Yang menunjukan adanya gagal ginjal akut/kronik yang telah terminal dengan gejala:
Muntah sering, kejang, disorientasi, somnolen sampai koma.
Tanda hidrasi berlebihan: edema paru, gagal jantung, hipertensi yang tidak terkendali.
Perdarahan.

Indikasi biokimis:

Ureum darah lebi dari 250 mg%. Ureum sendiri tidak sangat toksik, tetapi diperlukan pemeriksaan ureum secara teratur selama dialisis.
Kalium darah lebih dari 8 mEq/L. Peninggian kadar kalium darah lebih dari 8 mEq/L dapat menimbulkan atetmia jantung yang fatal.
Bikarbonat darah kurang dari 12 mEq/L. Kadar bikarbonat darah yang rendah akan merupakan peluang terjadinya asidosis metabolik. Kadar bikarbonat plasma yang rendah secara klinik ditunj8ukan adanya pernafasan yang cepat dan dalam. Kontraindikasi mutlak pada hakekatnya tidak ada, tetapi harus hati-hati terhadap kemungkinan adanya peritonitis lokal, fistel atau kolostomi, penyakit abdomen, anastomosis pembuluh darah besar abdomen, perdarahan yang sukar diatasi.
Dialisis dilakukan dokter di kamar yang aseptik.

Persiapan yang diperlukan
Persiapan cairan dialisis:
Cairan untuk dialisis ada tersendiri adalahg dexterose yang berkadar 1,5%, 4,25% dan 7%. Selain itu harus tersedia larutan KCL, larutan  Natrium-Bikarbonat, Albumisol dan heparin 10 mg/ml. Untuk infus biasa diperlukan glukosa 5%-10%.
Alat-alat untuk tindakan dialisis
Set untuk dialisis (terdiri dari: Selang/kateter khusus yang telah dilengkapi denga klem. Kateter tersebut dimasukan kedalam rongga peritoneum dan bagian sebelah luar salah satu cabangnya dihubungkan dengan penampung urine (urine bag) atau kantong plastyikkhusus yang ada skalanya dan cabang yang lain ke botol cairan.
Stylet atau bisturi kecil, trokar yang ssuai dengan ukuran kateter, pinset
Sarung tangan steril
Kasa dan kapas lidi steril
Arteri klem 2
Spuit 2 cc, 5 cc, 10 cc dan 20 cc
Desinfektan: yodium/betadin 10% alkohol 70%
Novocain 2%
Gunting, plester, pembalut
10.Pengukat tanan atau kaki
11.Bengkok
12.Kertas untuk catatan
13.Tempat pemanas cairan yang harus selalu terisi air panas (khusus bila ada untuk pemanas cairan yang elektrik).
Persiapan pasien
Bila pasien masih sadar diberitahukan dan diberikan dorongan moril agar pasien tidak takut. Satu jam sebelum dialisis dilaksanakan kulit pada permukaan perut sampai di daerah simpisis dibersihkan dengan air dan sabun kemudian sesudahnya dikompres dengan alkohol 70% sampai dialisis akan di mulai. Beritahukan pasien agar kompres tetap di tempatnya.
Pasien dipasang infus. Kandung kemih dikosongkan. Pasien disuruh berkemih atau dipasang kateter. Pasang pengikat pada tangan dan kaki (sambil dibujuk dan ikatan jangan terlalu kencang).


Pelaksanaan Dialisis
Setelah dokter berhasil melakukan pemasangan kateter dialisis, pangkal kateter dihubungkan dengan selang pada kantong penampung cairan dialisis yang digantungkan pada sisi tempat tudur (satu pipa dihubungkan dengan selang cairan dialisis). Pasang klem pada selang pembuangan ini.
Setelah persiapan selesai buka klem yang dari botol cairan dialisis; memasukan cairan ini berlangsung selama 15 menit untuk 1 botol cairan. Setelah cairan habis klem ditutup biarkan cairan berada didalam rongga peritoneum selama 30 menit. Banyaknya cairan yang dimasukan dimulai dari 30-40 ml/kg sampai maksimum 2 leter. Sesudah 30 menit.
Buka klem yang ke pembuangan; cairan akan keluar dalam waktu 15 menit. Jika tidak ancar berarti ada gangguan, dan banyaknya cairan yang keluar harus sebanding dengan yang dimasukan.Pada uumnya kurang sedikit; tetapi jika trlalu banyak perbdaannya harus memberitahukan dokter.
Bila cairan tidak kelur lagi,selangdi klem; masukn cairan dialisis dan selanjutnya dilakukan seperti siklus pertam. Siklus ini dapat sampai 24-36 kali sesuai dengan hasil pemeriksaan ureum. Ureum dikontrol setiap 3 jam selama dialisis berlangsung. Tesimeter dipasang menetap dan diukur secara periodik (sesuai petunjuk dokter dan melihat perkembangan pasiennya).
Selama dialisis biasanya pasin boleh minum; kadang-kadang juga makan. Untuk mencegan sumbatan fibrin pada selang dialisis pada setip botol cairan dialisis ditambahkan 1.000 Unit Heparin. Biasanya dilakukan terutama pada permulaan dialisis.

Komplikasi dialisis
Komplikasi dialisis dapat terjadi disebabkan karena drainase, infeksi, syndrom di sekuilibrium dialisis dan masalah yang timbul akibat komposisi cairan. Komplikasi tersebut adalah:
Nyeri abdomen berat.
Biula terjadi saat pengisian abdomen. Tindakannya selang segera di jepit (diklem), pasien diubah posisinya misalnya didudukan. Jika tidak ada perbaikan kateter harus diperbaiki (oleh dokter). Nyeri hebat mendadak mungkin disebabkan ruptur peritoneum.
Bila mengikuti drainase, isi kembali ke ruang abdomen dengan sebagian dialisat.
Penyumbatan drain.
Urut perut pasien dan ubah posisi pasien.
Manipulasi kateter atau suntikan 20 ml dialisat dengan kuat untuk membebaskan sumbatan.
Bila gagal, pindahkan kateter pada posisi lain.
Berikan heparin pada dialisat untuk mengurangi pembekuan darah dan merendahkan fibrin.
Kontrol dengan pemeriksaan sinar x.
Bila ada perdarahan intraperitoneum yang masuk ke dalam kateter, kontrol kadar hematokit dialisat untuk menilai lama dan beratnya pendarahan.
Hipokalsemia; dicegah dengan menambahkan 3,5-4 mEq/L kalsium per liter dialisat.
Hidrasi berlebihan dapat diketahui dengan mengukur berat badan tiap 8 jam. Berat badan pasien akan turun 0,5-1% setiap hari. Jika meninggi berikan dialisat dextrose 2-7 % atau ke dalam cairan dialisat ditambahkan cairan dextrose 1,5% dan 7% berganti-ganti atau bersama-sama dengan perbandingan 1:1.
Hipovolemia dapat diketahui denga mengukur tekanan darah dan mengawasi tanda-tanda renjatan. Jika ada berikan albumin 5% secara intravena atau infus dengan NaCl 0,9%.
Hipokalemia ditentukan dengan cara mengukur kadar kalium darah dan mengawasi perubahan EKG yang terjadi (gejalanya: perut kembung, nadi lemah).
Infeksi dicurigai bila cairan dialisat yang dikeluarkan keruh atau berwarna. Peritonitis terjadi biasanya karena kuman gram negatif atau streptococus aures. Berikan antibiotik.
Hiperglikemi terjadi karena absorbsi glukosa dari dialisat. Bila kadar glukosa darah meningkat, koreksi dengan memberikan insulin dengan dosis yang sesuai.
Hipoproteinemia timbul karena keluarnya protein dalam dialisat. Bila terjadi, tindakannya diberikan albumin atau plasma.
10.Pneumoni dan atelektasis diberikan pengobatan baku.

Sindrom disekuilibrium dialisis lebih sering terjadi pada hemodialisis. Dapat terjadi selama dialisis atau setelah 24 jam pertama yang ditandai oleh gejala kelemahan umum, mengantuk, bingung. Lebih berat terdapat gejala tegang, hipertensi, berhentinya pernafasan dan denyut jantung. Diduga patogenesisnyan karena meningginya osmolalitas cairan serebrospinal dibandingkan dengan cairan eksrtaseluler. Perbedaan osmolalitas menyebabkan masuknya cairan kedalam otak. Sindrom ini diatasi dengan pemberian glukosa hpertoik secara intravena dan diharap dapat mengubah perbedaan osmolalitas hingga kembali normal.
Dapat terjadi, hiperglikemih nonketon sebagai akibat pengaruh osmosis glukosa yang memasuki ruang ekstraseluler selama dialisis yang tidak dimetabolisme secara sempurna pada saat uremia. Kadar glukosa dapat melampaui 500mg%. Untuk menurunkan kadar tersebut diperlukan insulin. Jika menggunakan cairan yang 7% dapat terjadi dehidrasi ekstraseluyler dan deplesi volume pembuluh darah yang menimbulkan renjatan.

Penatalaksanaan
Keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah resiko terjadi komplikasi dan gagguan rasa aman dan nyaman.
Risiko komplikasi
Pasien yang dilakukan dialisis adalah pasien yang sakit payah sedangkan dialisis merupakan tindakan yang penuh resiko dengan berbagai komplikasi. Oleh karena itu pasien yang dilakukan tindakan dialisis memerlukan pengawasan yang cermat. Untuk ini biasanya diperlukan 1-2 tenaga khusus yang selalu ada di tempat dialisis.
Adanya berbagai komplikasi dari sakit perut, perut kembung, kejang, renjatan sampai dengan koma, maka pasien memerlukan pengawasan tanda-tanda pital setiap saat. Tekanan darah diukur stiap jam, bila perlu lebih sering, oleh karena itu tensi meter dipasang tetap. Juga menghitung nadi pernapasan serta suhu dilakukan lebih sering sesuai dengan keadaan pasien. Jika terjadi hal-hal yang tidak semestinya pada pelaksanaan dialisis (yang memasukan dan mengeluarkan cairan dialisa perawat) setelah dilakukan tindakan sesuai petunjuk dokter pada daftar dialisis supaya segera menghubungi dokter. Pengawasan tanda-tanda vital dan gangguan yang terjadi selama dialisis (bila ada) selalu dicatat dalam catatan khusus. Jumlah urine yang sebelum dibuang juga dicatat. Perhatikan sesuai atau tidak. Obat-obatan diberikan sesuai petunjuk. Dan harus selslu disediakan obat yang diperlukan sewaktu-waktu. Juga alat untuk EKG. Ureum dikontrol setiap 3 jam/6 jam sesuai petunjuk dokter atau melihat keadaan pasien. Berat badan ditimbang setiap 8 jam. Setelah dialisis selesai, luka ditutup denan kasa steril yang diolesi dengan salep antibiotik, diplester kemudian pasien dipasang gurita.Selama 24 jam berikutnya, pasien diobservasi terus karena komplikasi masih mungkin terjadi.
Gangguan rasa aman dan nyaman
Tindakan dialisis tentu merupakan hal yang menakutkan pasien, selain timbul rasa sakit juga takut melihat alat-alatnya. Biasanya dialisis dilakukan diruangan khusus jika tidak di ICU. Oleh karena itu jika pasien tidak payah atau koma perlu pendekatan yang baik. Berikan dorongan agar tidak takut dan jelaskan mengapa perlu dilakukan dialisis. Untuk memberikan rasa aman biasanya orang tua di izinkan menunggu. Selama dialisis pasien boleh makan dan minum, dan keluarga boleh membantu memberikannya. Dengan adanya keluarga disisinya dan perhatian dari perawatnya gangguan rasa aman dan nyaman dapat dikurangi