Rabu, 13 April 2011

PERITONEUM DIALISIS

Nama: Anggit Deka Lestari

NIM: 05200ID09122
Kelas: 2-D

PERITONEUM DIALISIS

DIALISIS PERITONEUM
     Dialisis perotoneum adalah dialisis yang menggunakan membran peritoneum sebagai sarana petukaran cairan dialisis; berbeda dengan hemodialisis yang melalui pembuluh darah. Tujuan dialisis ialah mengeluarkan zat-zat toksik dari tubuh seperti ureum yang tinggi pada GGA atau GGK, atau racun didalam tubuh dan lain sebagainya.

Indikasi:

Dibedakan indikasi klinik dan biokimis
Indikasi klinik:

Gagal Ginjal Akut: ditandai dengan oliguriamendadak dan gejala uremia.
Gagal Ginjal Kronik: gunanya untuk menopang kehidupan selama pasien dalam         pengawasan atau untuk rencana transplantasi ginjal.
Gagal jantung atau edema paru yang sukar diatasi.
Keracunan yang menimbulkan gagal ginjal atau gagngguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Keracunan obat mendadak dan perlu mengeluarkan obat tersebut.
Gejala uremia mayor. Yang menunjukan adanya gagal ginjal akut/kronik yang telah terminal dengan gejala:
Muntah sering, kejang, disorientasi, somnolen sampai koma.
Tanda hidrasi berlebihan: edema paru, gagal jantung, hipertensi yang tidak terkendali.
Perdarahan.

Indikasi biokimis:

Ureum darah lebi dari 250 mg%. Ureum sendiri tidak sangat toksik, tetapi diperlukan pemeriksaan ureum secara teratur selama dialisis.
Kalium darah lebih dari 8 mEq/L. Peninggian kadar kalium darah lebih dari 8 mEq/L dapat menimbulkan atetmia jantung yang fatal.
Bikarbonat darah kurang dari 12 mEq/L. Kadar bikarbonat darah yang rendah akan merupakan peluang terjadinya asidosis metabolik. Kadar bikarbonat plasma yang rendah secara klinik ditunj8ukan adanya pernafasan yang cepat dan dalam. Kontraindikasi mutlak pada hakekatnya tidak ada, tetapi harus hati-hati terhadap kemungkinan adanya peritonitis lokal, fistel atau kolostomi, penyakit abdomen, anastomosis pembuluh darah besar abdomen, perdarahan yang sukar diatasi.
Dialisis dilakukan dokter di kamar yang aseptik.

Persiapan yang diperlukan
Persiapan cairan dialisis:
Cairan untuk dialisis ada tersendiri adalahg dexterose yang berkadar 1,5%, 4,25% dan 7%. Selain itu harus tersedia larutan KCL, larutan  Natrium-Bikarbonat, Albumisol dan heparin 10 mg/ml. Untuk infus biasa diperlukan glukosa 5%-10%.
Alat-alat untuk tindakan dialisis
Set untuk dialisis (terdiri dari: Selang/kateter khusus yang telah dilengkapi denga klem. Kateter tersebut dimasukan kedalam rongga peritoneum dan bagian sebelah luar salah satu cabangnya dihubungkan dengan penampung urine (urine bag) atau kantong plastyikkhusus yang ada skalanya dan cabang yang lain ke botol cairan.
Stylet atau bisturi kecil, trokar yang ssuai dengan ukuran kateter, pinset
Sarung tangan steril
Kasa dan kapas lidi steril
Arteri klem 2
Spuit 2 cc, 5 cc, 10 cc dan 20 cc
Desinfektan: yodium/betadin 10% alkohol 70%
Novocain 2%
Gunting, plester, pembalut
10.Pengukat tanan atau kaki
11.Bengkok
12.Kertas untuk catatan
13.Tempat pemanas cairan yang harus selalu terisi air panas (khusus bila ada untuk pemanas cairan yang elektrik).
Persiapan pasien
Bila pasien masih sadar diberitahukan dan diberikan dorongan moril agar pasien tidak takut. Satu jam sebelum dialisis dilaksanakan kulit pada permukaan perut sampai di daerah simpisis dibersihkan dengan air dan sabun kemudian sesudahnya dikompres dengan alkohol 70% sampai dialisis akan di mulai. Beritahukan pasien agar kompres tetap di tempatnya.
Pasien dipasang infus. Kandung kemih dikosongkan. Pasien disuruh berkemih atau dipasang kateter. Pasang pengikat pada tangan dan kaki (sambil dibujuk dan ikatan jangan terlalu kencang).


Pelaksanaan Dialisis
Setelah dokter berhasil melakukan pemasangan kateter dialisis, pangkal kateter dihubungkan dengan selang pada kantong penampung cairan dialisis yang digantungkan pada sisi tempat tudur (satu pipa dihubungkan dengan selang cairan dialisis). Pasang klem pada selang pembuangan ini.
Setelah persiapan selesai buka klem yang dari botol cairan dialisis; memasukan cairan ini berlangsung selama 15 menit untuk 1 botol cairan. Setelah cairan habis klem ditutup biarkan cairan berada didalam rongga peritoneum selama 30 menit. Banyaknya cairan yang dimasukan dimulai dari 30-40 ml/kg sampai maksimum 2 leter. Sesudah 30 menit.
Buka klem yang ke pembuangan; cairan akan keluar dalam waktu 15 menit. Jika tidak ancar berarti ada gangguan, dan banyaknya cairan yang keluar harus sebanding dengan yang dimasukan.Pada uumnya kurang sedikit; tetapi jika trlalu banyak perbdaannya harus memberitahukan dokter.
Bila cairan tidak kelur lagi,selangdi klem; masukn cairan dialisis dan selanjutnya dilakukan seperti siklus pertam. Siklus ini dapat sampai 24-36 kali sesuai dengan hasil pemeriksaan ureum. Ureum dikontrol setiap 3 jam selama dialisis berlangsung. Tesimeter dipasang menetap dan diukur secara periodik (sesuai petunjuk dokter dan melihat perkembangan pasiennya).
Selama dialisis biasanya pasin boleh minum; kadang-kadang juga makan. Untuk mencegan sumbatan fibrin pada selang dialisis pada setip botol cairan dialisis ditambahkan 1.000 Unit Heparin. Biasanya dilakukan terutama pada permulaan dialisis.

Komplikasi dialisis
Komplikasi dialisis dapat terjadi disebabkan karena drainase, infeksi, syndrom di sekuilibrium dialisis dan masalah yang timbul akibat komposisi cairan. Komplikasi tersebut adalah:
Nyeri abdomen berat.
Biula terjadi saat pengisian abdomen. Tindakannya selang segera di jepit (diklem), pasien diubah posisinya misalnya didudukan. Jika tidak ada perbaikan kateter harus diperbaiki (oleh dokter). Nyeri hebat mendadak mungkin disebabkan ruptur peritoneum.
Bila mengikuti drainase, isi kembali ke ruang abdomen dengan sebagian dialisat.
Penyumbatan drain.
Urut perut pasien dan ubah posisi pasien.
Manipulasi kateter atau suntikan 20 ml dialisat dengan kuat untuk membebaskan sumbatan.
Bila gagal, pindahkan kateter pada posisi lain.
Berikan heparin pada dialisat untuk mengurangi pembekuan darah dan merendahkan fibrin.
Kontrol dengan pemeriksaan sinar x.
Bila ada perdarahan intraperitoneum yang masuk ke dalam kateter, kontrol kadar hematokit dialisat untuk menilai lama dan beratnya pendarahan.
Hipokalsemia; dicegah dengan menambahkan 3,5-4 mEq/L kalsium per liter dialisat.
Hidrasi berlebihan dapat diketahui dengan mengukur berat badan tiap 8 jam. Berat badan pasien akan turun 0,5-1% setiap hari. Jika meninggi berikan dialisat dextrose 2-7 % atau ke dalam cairan dialisat ditambahkan cairan dextrose 1,5% dan 7% berganti-ganti atau bersama-sama dengan perbandingan 1:1.
Hipovolemia dapat diketahui denga mengukur tekanan darah dan mengawasi tanda-tanda renjatan. Jika ada berikan albumin 5% secara intravena atau infus dengan NaCl 0,9%.
Hipokalemia ditentukan dengan cara mengukur kadar kalium darah dan mengawasi perubahan EKG yang terjadi (gejalanya: perut kembung, nadi lemah).
Infeksi dicurigai bila cairan dialisat yang dikeluarkan keruh atau berwarna. Peritonitis terjadi biasanya karena kuman gram negatif atau streptococus aures. Berikan antibiotik.
Hiperglikemi terjadi karena absorbsi glukosa dari dialisat. Bila kadar glukosa darah meningkat, koreksi dengan memberikan insulin dengan dosis yang sesuai.
Hipoproteinemia timbul karena keluarnya protein dalam dialisat. Bila terjadi, tindakannya diberikan albumin atau plasma.
10.Pneumoni dan atelektasis diberikan pengobatan baku.

Sindrom disekuilibrium dialisis lebih sering terjadi pada hemodialisis. Dapat terjadi selama dialisis atau setelah 24 jam pertama yang ditandai oleh gejala kelemahan umum, mengantuk, bingung. Lebih berat terdapat gejala tegang, hipertensi, berhentinya pernafasan dan denyut jantung. Diduga patogenesisnyan karena meningginya osmolalitas cairan serebrospinal dibandingkan dengan cairan eksrtaseluler. Perbedaan osmolalitas menyebabkan masuknya cairan kedalam otak. Sindrom ini diatasi dengan pemberian glukosa hpertoik secara intravena dan diharap dapat mengubah perbedaan osmolalitas hingga kembali normal.
Dapat terjadi, hiperglikemih nonketon sebagai akibat pengaruh osmosis glukosa yang memasuki ruang ekstraseluler selama dialisis yang tidak dimetabolisme secara sempurna pada saat uremia. Kadar glukosa dapat melampaui 500mg%. Untuk menurunkan kadar tersebut diperlukan insulin. Jika menggunakan cairan yang 7% dapat terjadi dehidrasi ekstraseluyler dan deplesi volume pembuluh darah yang menimbulkan renjatan.

Penatalaksanaan
Keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah resiko terjadi komplikasi dan gagguan rasa aman dan nyaman.
Risiko komplikasi
Pasien yang dilakukan dialisis adalah pasien yang sakit payah sedangkan dialisis merupakan tindakan yang penuh resiko dengan berbagai komplikasi. Oleh karena itu pasien yang dilakukan tindakan dialisis memerlukan pengawasan yang cermat. Untuk ini biasanya diperlukan 1-2 tenaga khusus yang selalu ada di tempat dialisis.
Adanya berbagai komplikasi dari sakit perut, perut kembung, kejang, renjatan sampai dengan koma, maka pasien memerlukan pengawasan tanda-tanda pital setiap saat. Tekanan darah diukur stiap jam, bila perlu lebih sering, oleh karena itu tensi meter dipasang tetap. Juga menghitung nadi pernapasan serta suhu dilakukan lebih sering sesuai dengan keadaan pasien. Jika terjadi hal-hal yang tidak semestinya pada pelaksanaan dialisis (yang memasukan dan mengeluarkan cairan dialisa perawat) setelah dilakukan tindakan sesuai petunjuk dokter pada daftar dialisis supaya segera menghubungi dokter. Pengawasan tanda-tanda vital dan gangguan yang terjadi selama dialisis (bila ada) selalu dicatat dalam catatan khusus. Jumlah urine yang sebelum dibuang juga dicatat. Perhatikan sesuai atau tidak. Obat-obatan diberikan sesuai petunjuk. Dan harus selslu disediakan obat yang diperlukan sewaktu-waktu. Juga alat untuk EKG. Ureum dikontrol setiap 3 jam/6 jam sesuai petunjuk dokter atau melihat keadaan pasien. Berat badan ditimbang setiap 8 jam. Setelah dialisis selesai, luka ditutup denan kasa steril yang diolesi dengan salep antibiotik, diplester kemudian pasien dipasang gurita.Selama 24 jam berikutnya, pasien diobservasi terus karena komplikasi masih mungkin terjadi.
Gangguan rasa aman dan nyaman
Tindakan dialisis tentu merupakan hal yang menakutkan pasien, selain timbul rasa sakit juga takut melihat alat-alatnya. Biasanya dialisis dilakukan diruangan khusus jika tidak di ICU. Oleh karena itu jika pasien tidak payah atau koma perlu pendekatan yang baik. Berikan dorongan agar tidak takut dan jelaskan mengapa perlu dilakukan dialisis. Untuk memberikan rasa aman biasanya orang tua di izinkan menunggu. Selama dialisis pasien boleh makan dan minum, dan keluarga boleh membantu memberikannya. Dengan adanya keluarga disisinya dan perhatian dari perawatnya gangguan rasa aman dan nyaman dapat dikurangi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar